Sepatu Olahraga RI: Dari Raksasa Dunia, Kini Jadi Penonton

Indonesia pernah berada di panggung utama industri sepatu olahraga dunia. Pada dekade 1990-an, negara ini mampu menguasai hingga 20 persen pangsa pasar global. Merek-merek olahraga ternama menempatkan basis produksinya di Indonesia. Tenaga kerja yang melimpah, upah yang relatif rendah, serta iklim investasi yang kondusif menjadi modal penting bagi kejayaan tersebut.

Sepatu Olahraga RI: Dari Raksasa Dunia, Kini Jadi Penonton Industri Olahraga Indonesia

Penulis: Faisal al Izlami, Perencana Ahli Madya pada Deputi Bidang Pengembangan Industri Olahraga

Indonesia pernah berada di panggung utama industri sepatu olahraga dunia. Pada dekade 1990-an, negara ini mampu menguasai hingga 20 persen pangsa pasar global. Merek-merek olahraga ternama menempatkan basis produksinya di Indonesia. Tenaga kerja yang melimpah, upah yang relatif rendah, serta iklim investasi yang kondusif menjadi modal penting bagi kejayaan tersebut. Namun kini, pangsa pasar Indonesia merosot tajam menjadi hanya sekitar dua persen, sebagaimana dilaporkan oleh Detik.com (2024).

Keunggulan berbasis tenaga kerja murah terbukti rapuh. Begitu upah mulai meningkat dan negara pesaing seperti Vietnam dan Tiongkok menghadirkan kombinasi efisiensi produksi dengan teknologi modern, posisi Indonesia mulai tergerus. Hilirisasi yang lemah memperparah keadaan. Industri sepatu di Indonesia masih sangat bergantung pada bahan baku impor, mulai dari kulit sintetis hingga perekat. Akibatnya, sebagian besar nilai tambah justru mengalir ke luar negeri. Industri kita hanya menjadi tukang jahit bagi merek global, bukan inovator yang menguasai rantai nilai.

PR Besar: Hilirisasi & Inovasi

Fenomena ini tidak berdiri sendiri. Dalam literatur pembangunan industri, pentingnya hilirisasi dan industrial upgrading telah banyak dibahas. Namun kita tidak perlu jauh-jauh mengutip teori Barat. Sejumlah kajian lokal, misalnya penelitian yang dimuat dalam Jurnal Industri Kementerian Perindustrian (2020), menegaskan bahwa daya saing industri alas kaki Indonesia sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku lokal, inovasi desain, serta konsistensi kebijakan. Kajian lain dalam Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Universitas Katolik Parahyangan (2018) juga menunjukkan bahwa UMKM sepatu di sentra Cibaduyut sulit berkembang karena keterbatasan modal, keterampilan desain, dan akses pasar global. Artinya, problem struktural yang kita hadapi sudah lama diidentifikasi, hanya belum terjawab secara tuntas.

Arahan Presiden Prabowo tentang hilirisasi sebetulnya memberi jalan terang untuk mengatasi persoalan ini. Presiden menegaskan dalam rapat terbatas tentang hilirisasi mengarahkan, bahwa hilirisasi bukan hanya menyangkut sektor mineral seperti nikel dan bauksit, melainkan juga harus diperluas ke sektor manufaktur dan produk padat karya, termasuk industri sepatu olahraga. Hilirisasi dipandang sebagai strategi agar Indonesia tidak lagi sekadar mengekspor bahan mentah atau produk setengah jadi, melainkan mengolahnya hingga memiliki nilai tambah tinggi di dalam negeri. Presiden bahkan mengingatkan bahwa hilirisasi harus menyentuh juga sektor UMKM agar rantai pasok tidak hanya dikuasai perusahaan besar, melainkan memberdayakan pelaku usaha kecil di berbagai daerah.

Dalam konteks sepatu olahraga, arahan tersebut sangat relevan. Jika industri bahan baku bisa tumbuh di dalam negeri, rantai pasok akan lebih mandiri. Jika UMKM mendapat dukungan modal, pelatihan, dan akses teknologi, mereka bisa naik kelas, tidak hanya melayani pasar lokal tetapi juga menembus pasar internasional. Jika pemerintah konsisten membangun kebijakan yang pro investasi dan pro inovasi, maka industri sepatu kita bisa bergerak dari sekadar produsen berbasis tenaga kerja murah menuju produsen berbasis kreativitas, teknologi, dan merek nasional yang kuat.

Penurunan pangsa pasar industri sepatu olahraga Indonesia memang disebabkan oleh sejumlah faktor, mulai dari ketergantungan pada impor bahan baku, lemahnya inovasi desain dan branding, rendahnya modernisasi teknologi produksi, hingga kebijakan pemerintah yang sering berubah-ubah. Namun, membicarakannya dalam bentuk daftar masalah seolah tidak cukup. Yang lebih penting adalah membangun narasi kebangkitan. Kita perlu menyadari bahwa industri ini bukan sekadar soal ekspor, melainkan soal kesejahteraan jutaan buruh, daya hidup UMKM di daerah, dan simbol kebanggaan bangsa.

Kebangkitan Bukan Mimpi

Bayangkan jika sepatu dengan label “Made in Indonesia” dikenakan oleh atlet dunia di panggung Olimpiade atau Piala Dunia. Bayangkan pula jika merek lokal Indonesia bisa bersaing sejajar dengan Nike atau Adidas di etalase internasional. Itu bukan mimpi kosong. Negara seperti Korea Selatan dan Tiongkok telah membuktikan bahwa dengan konsistensi kebijakan, dukungan riset, dan dorongan hilirisasi, produk lokal bisa naik kelas dan dihargai global.

Momentum kebijakan hilirisasi yang ditekankan Presiden semestinya ditangkap sebagai peluang emas. Industri sepatu olahraga bisa masuk ke peta jalan hilirisasi nasional. Pemerintah dapat memberi insentif fiskal bagi investasi bahan baku, mendukung riset dan pengembangan desain, serta mendorong digitalisasi produksi. Perguruan tinggi bisa berperan dengan riset teknologi material dan desain produk, sementara UMKM bisa didorong melalui inkubasi bisnis dan akses platform e-commerce. Kolaborasi inilah yang akan membuat hilirisasi tidak hanya jargon, tetapi kenyataan yang mengubah wajah industri.

Keterpurukan dari 20 persen ke 2 persen adalah sinyal bahaya. Namun industri sepatu masih punya peluang untuk tumbuh berkelanjutan jika diarahkan pada inovasi dan nilai tambah lokal. Dengan modal tenaga kerja kreatif, pasar domestik besar, dan pengalaman panjang sebagai basis manufaktur, Indonesia punya fondasi untuk kembali menjadi pemain global. Hilirisasi yang inklusif, konsisten, dan berpihak pada UMKM adalah kunci untuk memastikan kebangkitan itu terjadi (Detik, 2024).

Jika langkah ini diambil sekarang, bukan mustahil dalam satu dekade mendatang kita akan melihat sepatu olahraga Indonesia mendominasi pasar dunia, bukan sekadar sebagai produsen murah, tetapi sebagai simbol inovasi dan kebanggaan nasional.

Daftar Pustaka:

  1. Detik.com. (2024, 17 Juni). Industri Manufaktur RI Pernah Kuasai 20% Sepatu Olahraga Dunia, Sekarang Keok. https://finance.detik.com/industri/d-7583628/industri-manufaktur-ri-pernah-kuasai-20-sepatu-olahraga-dunia-sekarang-keok
  2. Jurnal Industri Kementerian Perindustrian. (2020). Analisis Daya Saing Industri Alas Kaki di Indonesia. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
  3. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. (2018). Tantangan UMKM Sepatu di Sentra Cibaduyut dalam Era Globalisasi. Universitas Katolik Parahyangan.
  4. Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2025, 16 Maret). Presiden Prabowo pimpin ratas percepatan hilirisasi, fokus ciptakan lapangan kerja dan pemerataan ekonomi. https://www.setneg.go.id/baca/index/presiden_prabowo_pimpin_ratas_percepatan_hilirisasi_fokus_ciptakan_lapangan_kerja_dan_pemerataan_ekonomi
  5. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. (2025, 28 Mei). Presiden Prabowo pacu hilirisasi lewat industri baterai. https://setkab.go.id/presiden-prabowo-pacu-hilirisasi-lewat-industri-baterai/
  6. CNBC Indonesia. (2025, 15 Agustus). Prabowo bakal perluas hilirisasi di dalam negeri. https://www.cnbcindonesia.com/news/20250815152857-4-658436/prabowo-bakal-perluas-hilirisasi-di-dalam-negeri
BAGIKAN :
PELAYANAN